
Sunday, January 13, 2008
Ini catatan kecil yang sempat dibuat Ibu (atau biasanya gue nyebut Mama, tapi Ibu nyebut dirinya Ibu) dan dirapihkan lagi oleh Bapak, dikasih catatan tambahan, trus dikliping dengan tambahan foto-foto jaman dulu.
Supaya bisa dibaca kapan aja, gue ketik ulang lagi untuk kami bertiga, sekaligus ditaruh di blog ini. Jadi sebenernya tulisan dibawah ini lebih untuk dokumentasi gue :p silahkan dilewat aja kalau udah shock dengan posting yang sepanjang ini :)
----------
Bapak dan Ibu baru menyadari setelah umur mencapai kepala 6, ingatan sudah mulai berkurang, apalagi mengenai nama-nama orang. Maka sebelum pikun benar, kami ingin menceritakan apa yang terjadi pada waktu kamu dilahirkan. Kelahiran kan penting artinya bagi seseorang, tetapi tidak dapat menyaksikan sendiri peristiwanya.
Catatan kecil untuk Wiweko pada hari ulang tahunnya yang ke 23 tanggal 29 April 1994.
Sambil menunggu membangun rumah sendiri di Cibuluh, Kedunghalang, Bogor, Bapak dan Ibu mondok di rumah Pak De dan Bu De Sunaryo Hardjodarsono di Jl. Tampomas no. 5, Bogor, di kamar belakang garasi. Waktu awal menikah tanggal 17 Februari 1970, Bapak dan Ibu mengontrak rumah di Jl. Ciliwung no. 8 A, Sempur.
Note Bapak: Rumah kontrakan ini sebelumnya dikontrak oleh Pak De Dody Tisnaamidjaya yang terpaksa kembali ke Bandung karena dipilih sebagai Rektor ITB dan rumah diserahkan beliau pada Ibu untuk diteruskan sebagai penghuni tanpa bayar lagi. Ibu bekerja di Biotrop sejak tahun 1968 dibawah Direktur Pak De Otto Sumarwoto. Sedang Pak De Dody waktu itu Wakil Direktur Biotrop, kemudian rektor ITB, lalu beliau menjadi ketua LIPI sebelum diangkat sebagai Duta RI di Perancis sampai wafat tahun 1994.
Tapi ketika Ibu hamil kamu 9 bulan, kontrak rumah habis dan rumah sendiri di Cibuluh belum selesai, maka kami berdua mondok di Tampomas.
Note Bapak: Rumah sendiri yang sedang dibangun adalah rumah berkamar dua dengan halaman 500 m2, dibangun oleh Pak De Sumarno, teman Bapak di Kehutanan, dengan cara mengangsur setiap bulan atau kalah ada dana. Tetangganya baru satu dan sekelilingnya masih kebun singkong. Jalannya tanpa batu.
Sampai 29 April, Ibu masih masuk kantor di Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Taman Kencana no. 1, Bogor. Bos Ibu pada waktu itu adalah Dr. Ir. Moeljono Partosoedarso. Karena Ibu baru pertama kali akan melahirkan, maka Ibu manja. Inginnya ditunggui oleh Bapak dan Eyang Yogya. Karena belum ada tanda-tanda akan melahirkan, tanggal 28 April sore, Bapak berangkat menjemput Eyang ke Yogya.
Tanggal 28 April malam, Ibu tidur di kamar belakang, ditemani Mbak Trisni. Jam satu malam perut Ibu mulai mulas. Ibu membangunkan Bu De Oem, Bu De menyarankan kalau sudah pagi saja berangkat ke rumah bersalin Melania. Waktu itu kami berdua panik, karena tidak ada laki-laki di rumah. Pak De Sun sedang tugas ke Swedia. Tapi jam 3 pagi, perut Ibu sudah tambah mulas dan sakitnya mulai cepat datangnya, tiap tiga menit. Bu De Oem lalu menelpon Pak De Sunardi, tetangga di sebelah rumah di Jl. Tampomas no. 3, untuk pinjam mobil. Lalu Bu De menyupir sendiri mengantar Ibu dan Bu De Nardi ke RB Melania di Bondongan.
Setelah menunggu cukup lama, (Bu De Tiek datang dari Jakarta jam 09.00, senewen karena mendengar Ibu merintih-rintih terus) akhirnya jam 11.00 dokter Hidayat datang ke kamar bersalin. Tapi ternyata kamu memang belum mau lahir. Jam 12.00 baru Ibu melahirkan kamu. Berat 2,9 kg dan panjang 49 cm. Pada waktu kamu lahir – Bapak cerita- kalau saat itu Bapak sedang santai, jalan-jalan di Malioboro (di Siliran belum ada telpon saat itu). Bapak dan Eyang baru berangkat malam hari dari Yogya dengan kereta api senja. Pagi hari baru sampai di Jakarta, lalu ke Bogor.
Note Bapak: Di stasiun Gambir, kami dijemput Pak De Djadi yang langsung memberi tahu bahwa Ibu sudah melahirkan putra laki-laki. Jadi Bapak baru lihat kamu saat kamu sudah berumur satu hari.
Kita bertiga baru pindah ke rumah baru di Cibuluh tanggal 20 Mei 1971, waktu kamu berumur 22 hari. Baby sittermu tetangga kita, Mbak Sum.
Di rumah baru, tetangga kita adalah keluarga Ndun, polisi asal Timor yang beristrikan Bidan dari Jawa. Anak mereka banyak, jadi biarpun tetangga sedikit, kami betah karena ramai. Rumah Cibuluh nantinya kami jual tahun 1993, untuk membiayai pendidikan kamu di Swiss.
Catatan kecil untuk Wibowo pada hari ulang tahun ke 22, 23 Februari 1995
Pada tanggal 23 Februari 1973 jam 03.00, perut Ibu sudah mulai mulas. Saat makan pagi menjelang subuh, rasanya kamu sudah mau keluar saja. Jadi jam 04.00 Bapak membangunkan Ibu Ndun, karena beliau bidan, untuk memeriksa Ibu. Rupanya kamu memang sudah mau keluar, karena itu Bu Ndun pulang membangunkan Pak Ndun. Beliau terpaksa bangun dan mengeluarkan kendaraan satu-satunya, yaitu Bemo.
Kami berempat berangkat ke RB Melania. Bapak dan Pak Ndun di depan, Ibu dibelakang dengan Ibu Ndun. Karena jalan dari Cibuluh sampai Bondongan cukup jauh dan belum beraspal, jadi jalannya bemo berguncang-guncang dan sama saja mengguncang perut Ibu dan rasanya kamu sudah hampir melompat keluar dari perut Ibu.
Kebetulan bensin bemo sudah hampir habis, di sepanjang jalan juga belum ada yang jual karena terlalu pagi. Jadi sampai di jembatan Bondongan –diatas rel kereta api- bemo sudah tak kuat maju dan terpaksa Bapak turun untuk mendorong bemo. Terseok-seok jalannya, tapi akhirnya bemo selamat sampai di RB Melania jam 05.00. Begitu turun dari bemo, bemonya langsung mogok dan tidak bisa jalan karena kehabisan bensin. Bapak membantu Ibu masuk ke dalam, sampai kami tidak tahu bagaimana Pak Ndun dapat bensin untuk pulang.
Karena dokter Hidayat telponnya tidak dapat dihubungi, jadi Bapak lari mencari bemo yang kebetulan lewat untuk menjemput beliau. Note Bapak: Karena masih pagi, jadi jalanan masih sepi, untung dekat jembatan ada bemo yang baru mau keluar dari garasi dan langsung Bapak charter.
Untung sekali dokter Hidayat ada di rumah, beliau bersiap-siap dan Bapak disuruh kembali ke Melania. Pada saat dokter sampai, bersamaan dengan Bapak, kamu sudah tidak sabar keluar. Ibu sudah di kamar bersalin, jadi waktu dokter masuk kamar bersalin, beliau langsung menangkap kepala kamu. Bapak sempat menyaksikan kamu keluar sambil memegang tangan Ibu, jam 05.30.
Setelah semua beres, Ibu dimasukkan lagi ke kamar no. 2, persis kamar dan tempat tidur waktu Ibu melahirkan Kokok.
Eyang tidak lagi menunggui Ibu di Bogor, karena sudah sepuh, tetapi kemudian Eyang masih datang dan tinggal di Bogor beberapa hari.
Baby sitter kamu juga Mbak Sum dan kadang-kadang Bu De Ndun. Waktu kamu berumur 40 hari, kita sekeluarga pindah ke Ciomas.
Note Bapak : Beberapa bulan sebelum kamu lahir, Bapak dan Mas Kokok beberapa kali menengok pembangunan rumah Ciomas. Rumah di kompleks kita baru delapan, tetapi yang dihuni baru separuhnya. Tetangga kita : Kel. Oskari, Kel. Hamid dan Kel. Inujaya. Lainnya menyusul beberapa bulan/ tahun kemudian.
Catatan kecil buat Ruri yang lahir pada tanggal 16 April 1976
Tahun 1976 Kompleks BPPB Ciomas sudah mulai banyak penghuni dan yang paling dekat adalah (alm) Ibu Suryobroto. Karena punya kendaraan pribadi, beberapa hari sebelum kamu lahir, Bapak dan Ibu sudah pesan untuk diantar Ibu Suryo ke RB Melania kalau malam atau subuh. Betul juga perkiraan kami, karena untuk ketiga kalinya perut ibu mulai mulas dan sakit jam 03.00 pagi. Jam 05.00 kami diantar ke Melania.
Waktu Ibu sampai disana jam, diperiksa oleh bidan dan diberitahu kalau mungkin masih lama lahirmu, jadi Ibu disuruh pulang saja dulu. Tapi Ibu tidak mau, lebih baik menunggu di RB Melania. Ibu Suryo pulang sendiri, Bapak menemani Ibu jalan-jalan di dalam Melania. Baru beberapa menit rasa mulasnya bertambah. Bidan langsung memeriksa lagi, ternyata bukaannya sudah bertambah lebar, jadi Ibu harus langsung masuk kamar bersalin. Waktu itu dokter Hidayat masih sakit karena kecelakaan mobil, jadi yang membantu melahirkan kamu adalah dokter Endjun.
Untung Ibu tidak pulang. Kamu lahir jam 08.00. Bapak ada terus disamping Ibu selama kamu dilahirkan. Waktu dokter datang, Ibu siap mendorong kamu, dan begitu keluar Bapak langsung berbisik “perempuan!” Bapak lalu keluar mengikuti bidan yang akan membersihkan kamu. Ibu harus menerima jahitan 22 buah! sampai dokter Endjun bilang “wah, ini tidak menjahit, tapi membordir!!”. Beberapa kali dokter minta ganti benang. Karena Ibu tidak dibius, jadi Ibu melihat caranya dokter memasukkan benang, sambil Ibu cengar cengir kesakitan. Ibu dijahit dari jam 08.00 sampai jam 10.00. Ibu kemudian dipindah ke kamar no. 2 lagi.
Tanggal 16 Apri 1976 kebetulan masih dalam rangka hari raya Paskah, dan kebetulan RB Melania adalah RB Katolik. Jadi jam 24.00 ada suster yang masuk pelan-pelan ke kamar Ibu –takut membangunkan Ibu yang sebenarnya sedang tidak tidur- dan meletakkan dua butir telus paskah dalam keranjang yang bagus di samping tempat tidur Ibu. Paginya ramai sekali, Kokok dan Bowo senang melihat telur paskah yang dihias, yang kemudian mereka makan.
Masih ada yang lucu mengenai kelahiran kamu. Karena kamu anak perempuan satu-satunya, maka Bu De Yam ingin memberi kado kejuta. Bu De Yam membelikan kamu anting emas. Pada waktu Ibu dan kamu mau pulang dari Melania, Bu De Yam dan Oom Darsan menjemput. Waktu kamu diganti baju oleh perawat, rupanya Bu De Yam minta sekalian kamu ditindik dan antingnya dipasangkan. Ibu tidak pegang kamu sama sekali. Sampai dirumah, kamu digendong Bu De terus, Ibu tidak gendong kamu sama sekali. Waktu sampai di rumah dan masuk kamar, Bu De menaruh kamu di box bayi dan membuka selimutmu. Ibu teriak keras “Keliru! ini bukan anakku!! anakku tidak ada antingnya!!”
Tetapi Bu De tertawa-tawa karena kejutannya berhasil! Bu De baru bercerita kalau beliau yang menyuruh nindik dan masang anting sebagai kado.
Kamu juga dapat kado yang palilng banyak dari kantor dan ditengok Bu De Mien dan Bu De Noek, Tapi Eyang Yogya sudah tidak bisa nengok ke Bogor, kalau sudah besar saja kamu disowankan ke Yogya.
Baby sittermu namanya Mbak Diani, lalu setelah enam bulan kamu diemong Mbak Mien. Kadang-kadang kamu dititipkan ke Bu Dundawa kalau Mbak Mien tidak masuk. Pulang kantor kamu dijemput Ibu.
Note Ruri: Mbak Mien rumahnya dekat, jadi sehari-hari pulang pergi. Kalau gue marah, biasanya senjata andalannya adalah cubit! Yang sering jadi korban ya Mbak Mien ini…kalau marah atau berantem sama Kokok Bowo, atau dimarahin Bapak Ibu, pelampiasannya pasti nyubit Mbak Mien. Mbak Mien akhirnya keluar karena menikah dan harus tinggal di Jakarta. Pas gue udah gede Mbak Mien masih sering mampir ke rumah kalau pas lagi pulang ke Bogor.
Udah kok..gue udah minta maaf karena sering nyubit dia waktu kecil dulu hehehe..
Waktu kamu umur tiga bulan, Ibu pergi ke Amerika selama tiga bulan untuk mengikuti kursus “The Role of Women in Agriculture” bersama Tante Paransih, Tante Tien Suwito. Ketika Ibu pulang, sedih sekali karena kamu tidak ingat Ibu dan lebih suka digendong Mbak Mien. Baru setelah 1 minggu kamu ingat dan lengket lagi dengan Ibu.
Tahun 1978 sampai 1981 Ibu mengalami stress berat karena hasil general check up kesehatan menunjukkan bahwa Ibu sakit jantung. Kadang-kadang Ibu merasa lemas sekali, tidak punya kekuatan. Sudah ke dokter ahli jantung, ke internist bertahun-tahun tidak juga merasa sembuh. Seminggu sehat masuk kantor, seminggu lagi di rumah. Akhirnya yang menyembuhkan adalah seorang psikolog, yaitu Lies Karyadi.
Note Bapak: mulanya yang diperiksa / diwawancara hanya Ibu, kemudian Ibu dan Bapak, kemudian juga Ibu, Bapak dan Kokok di rumah beliau. Suaminya terkenal sebagai dokter ahli gizi, dr. Darwin Karyadi di Balai Penelitian Gizi Bogor, dimana kamu dan kakak-kakakmu secara rutin diperiksakan.
Ibu waktu itu kepingin sekali mengantar kamu masuk TK pertama kali tahun 1981. Tetapi pagi hari, waktu kamu sudah siap dengan seragam TK dan Bowo dengan seragam SD akan masuk sekolah hari pertama juga, Ibu tidak bisa bangun. Jadi Bapak yang mengantar kamu ke TK, kemudian ke SD mengantar Bowo. Untung kamu cepat mandiri, tidak takut ditinggal. Setiap pagi kamu diantar dan dijemput Mbak Mien.
-----------
We love you Ibu..We love you Bapak..